Senin, 28 November 2011

Masihkah Pertanian Indonesia Menyimpan Harapan?_


A.      Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Kenyataan yang terjadi bahwa sebagian besar penggunaan lahan di wilayah Indonesia diperuntukkan sebagai lahan pertanian dan hampir 50% dari total angkatan kerja masih menggantungkan nasibnya bekerja di sektor pertanian. Keadaan seperti ini menuntut kebijakan sektor pertanian yang disesuaikan dengan keadaan dan perkembangan yang terjadi di lapangan dalam mengatasi berbagai persoalan yang menyangkut kesejahteraan bangsa.
Perkembangan pertanian di Indonesia apabila ditelusuri dari waktu ke waktu mengalami berbagai pasang surut. Bidang pertaian sebagai dasar perekonomian kerakyatan yang pada awalnya sangat diandalkan dalam menopang sendi – sendi pembangunan bangsa, pada akhirnya mengalami berbagai gejolak permasalahan. Penyebabnya adalah berbagai kebijakan yang justru menciptakan keadaan yang tidak menguntungkan bagi para petai. Kebijakan – kebijaka yang di tempuh oleh pemerintah dan diharapkan mampu mengatasi berbagai persoalan pertanian malah bermuara pada permasalahan yang sangat kompleks. Kebijakan – kebijakan tersebut hanya memberatkan para petani sebagai mayoritas pelaku di bidang pertanian. Upaya – upaya yang di tempuh dalam mensejahterakan kehidupan para petani di anggap belum berhasil. Karena dalam mengambil keputusan, pemerintah kurang berpihak kepada kaum petani dan cenderung merugikan petani.

B.      Realitas Keadaan Pertanian di Indonesia
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa keadaan pertanian di Indonesia tidak terlepas dari unsur – unsur penguasaan tanah sebagai faktor produksi yang penting dan berpengaruh luas terhadap tingkat kemakmuran rakyat. Berdasarkan Sensus Pertanian 1993, tanah yang dimiliki petani kurang dari satu hektar berjumlah 22.856.254 jiwa atau sekitar 84% dari total kepemilikan tanah pertanian, dengan proporsi tanah yang dikuasai sekitar 31%. Sementara petani yang memliki tanah lebih dari satu hektar berjumlah 4.421.746 jiwa atau sekitar 16% dari total kepemilikan tanah pertanian dengan proporsi tanah yang dikuasai sekitar 69%. Di sisi kehidupan lainnya, ada 9.054 juta jumlah rumah tangga buruh tani. Realitas ini menurut hasil Sensus Pertanian tahun 1993. Untuk saat ini, dan dapat dibayangkan bagaimana perkembanganya.
Realitas kehidupan sosial petani di Indonesia hendaknya perlu dipikirkan sebagai wacana dalam mewujudkan suatu pola pembangunan yang berkeadilan dan bertanggung jawab. Kenyataan obyektif yang senantiasa harus diperhatikan ialah 1) sekitar 70% rkyat kita hidup dipedesaan, 2) hampir 50% dari total angkatan kerja nasional, rakyat kitan menggantungkan nasibnya bekerja di sektor pertanian, dan 3) sekitar 80% rakyat yang hanya mengenyam pendidikan formal paling tinggi selama enam tahun. Proses – proses pembangunan hendaknya tidak mengabaikan realitas sosial-ekonomi yang telah diuraikan di atas dalam menciptakan pemerataan pembangunan di semua wilayah. Paradigma yang mengandalkan trickle down effect telah terbukti gagal dalam mewujudkan pemerataan hasil – hasil pembangunan. Hendaknya pembangunan ke depan diletakkan dalam bingkai growth through equity, yakni suatu pertumbuhan yang didahului oleh pemerataan. Namun, konsekuensi pilihan politik pembangunan seperti ini mesti pula di dukung oleh pranata – pranata sosial yang efektif dan demokratis.
Usaha – usaha pemerintah dalam meningkatkan pendapatan petani, seperti menaikkan harga dasar gabah (HDG) justru di sambut pesimistis oleh para petani padi. Hal ini disebabkan oleh masalah klasik: setiap kenaikan HDG pasti diikuti oleh lonjakan harga kebutuhan pokok petani, seperti pupuk dan sarana produksi lainnya. Disinilah sesungguhnya salah satu akar penyebab terus merosotnya nilai tukar (terms of trade) manusia tani Indonesia selama ini. Sudah jamak diketahui bahwa merosotnya pendapatan petani padi adalah karena kita menganut pola kebijakan pangan murah (cheap food policy) unuk mendukung industrialisasi tanpa akar yang kukuh. Desakan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk membebaskan impor beras di Tanah Air yang semakin memperparah keadaan petani padi kita, sebenarnya mempunyai dua tujuan ganda. Pada satu sisi, hal ini memungkinkan industrialis menekan upah riil. Di sisi lainnya, kebijakan ini akan membuka pasar bagi ekspor biji – bijian negara maju.

C.      Banyak Peluang
Banyak peluang yang bisa kita tangkap dari bidang pertanian. Kalau kita serius dan mau menekuni maka inilah potensi besar yang bisa di pakai untuk membangun negeri ini. Persoalannya, sadarkah bangsa ini akan potensi yang dimilikinya? Maukah bangsa ini mengakui bahwa dari pertanian bangsa ini akan bisa meraih kemajuannya?
Pertanian rupanya tidak di anggap sebagai bidang yang bisa membawa bangsa ini meraih kemajuan. Pertanian tidak di anggap sebagai sesuatu bidang yang bisa memberikan kebanggaan. Sejak era BJ Habibie, bangsa Indonesia seakan lupa pada akarnya. Seakan – akan hanya kemajua di bidang teknologi dan kemajua di bidang industri manufaktur sajalah yang bisa membawa Indonesia masuk dalam golongan negara industri baru. Jutaan dollar dana pembangunan dicurahkan untuk meraih impian itu. Berdirilah industri – industri yang di sebut sebagai industri strategis seperti industri pesawat terbang, industri perkapalan dan banyak industri besar lainnya.
Majukah Indonesia dengan itu? Masukkah Indonesia ke dalam kelompok negara industri baru? Terbukti tidak. Justru dengan industri – industri itulah perekonomian Indonesia terpuruk. Sekarang industri – industri itu ibarat hidup enggan, mati tak mau. Dipaksakan bertahan, kemampuan keuangan negara tidak mencukupi. Namun, ketika hendak di tutup menimbulkan gejolak kemarahan dan berpotensi meningkatkan jumlah pengangguran.
Impian untuk membangun perekonomian seperti negara – negara barat membuat negeri ini benar – benar melupakan pembangunan pertaniannya. Kebijakan di bidang moneter yang ditandai dengan liberalisasi perbankan membuat pembangunan pertanian seperti tidak lagi di pandang. Padahal pengalaman banyak negara menunjukkan bahwa pertanian bukanlah bidang yang tidak terhormat. Dengan di topang pembangunan pertaniannya, banyak negara bisa maju. Bukan hanya maju, tetapi masyarakatnya bisa ikut terlibat manikmati pembangunan.

D.      Kemauan Berpolitik
Setelah krisis ekonomi 1998 dan resesi yang belum juga berakhir, pilihan bagi Indonesia tidak bisa lain kecuali berpaling ke pembangunan pertanian. Melalui pembangunan pertanian maka persoalan pertama yang seringkali menimbulkan banyak permasalahan baru, yakni pengangguran, bisa diselesaikan. Barulah setelah itu, Indonesia akan bisa menata kembali impiannya untuk menjadi negara industri baru. Untuk itu, tidak bisa lain yang dibutuhkan adalah kemauan politik. Harus ada keyakinan dari para pengambil keputusan bahwa tulang punggung dari bangsa Indonesia adalah kemurahan hati yang diberikan Sang Maha Pencipta untuk memberikan alam yang begitu kaya. Selanjutnya, dibutuhkan sebuah kebijakan yang sungguh – sungguh memihak kepada pembangunan pertanian. Ada kemudahan dalam pengurusan lahan, kemudahan dalam mendapatkan bibit yang berkualitas dan seragam, kemudahan dalam pengelolaan air dan kemudahan dalam pembiayaan.
Tidaklah mungkin pertanian di bangun tanpa keberpihakan. Tidaklah mungkin pertanian dibandingkan apple to apple dengan industri. Negeri seperti Thailand atau China secara sadar mendirikan Bank Pertanian karena bank ini dibutuhkan untuk membantu perkembangan pertanian. Terbukti, pertanian di kedua negara tersebut bisa menjadi penopang kemajuan negara.
Di mana peran media untuk bisa membuat seluruh bangsa menyadari persoalan itu? Media harus ikut bersuara dan mendudukkan perkara yang sesungguhnya dari arti pembangunan pertanian bagi bangsa Indonesia. Media harus lebih banyak mengangkat mengenai entrepreneur yang berhasil di bidang pertanian. Untuk apa? Untuk juga menyadarkan banyak pihak bahwa berkecimpung di bidang pertanian bukanlah sesuatu yang tidak memiliki harapan. Ketika pertanian dikembangkan menjadi industri, banyak lahir raksasa – raksasa bisnis dari sana.
Selama ini media tertarik oleh paham yang lebih besar. Kalangan media tersilaukan pandangannya oleh kebesaran yang di bangun bidang industri. Oleh karena itu, pemberitaan yang berkaitan dengan pertanian lebih tertuju kepada permasalahan semata. Kepada kesulitan dan kemiskinan yang dialami para petani. Tentunya bukan juga bermaksud untuk mempertentangkan antara pertanian dan industri. Ke dua bidang itu sama – sama dibutuhkan Indonesia untuk bisa menapak maju. Namun, keduanya harus di buat saling menopang sehingga Indonesia bisa menjadi negara industri baru yang di topang oleh pertanian yang tangguh.
Banyak produk pertanian yang dihasilka Indonesia. Mulai dari karet, lada hingga vanilli. Namun, justru negara lain yang memperoleh nama dari produk asal Indonesa itu. Semua itu hanya bisa di perbaiki kalau bangsa Indonesia mau menyadari bahwa bangsa ini bisa besar melalui pertanian. Kebesaran itu tidak bisa di raih hanya dengan kata – kata, tetapi membutuhkan tindakan yang nyata, kerja keras dari seluruh bangsa ini.

E.       Penutup
Seperti kita ketahui bahwa sektor pertanian kita saat ini masih dalam keadaan yang memprihatinkan. Indonesia sebagai negara agraris adalah negara pengekspor dan pengimpor produk pangan terbesar di dunia. Banyak pihak yang mulai khawatir bahwa kita dapat masuk dalam jebakan pangan yang akan membutuhkan waktu lama untuk keuar dari masalah itu. Tantangan masa mendatang dalam penyediaan pangan, peningkatan ekspor dan devisa negara tentu akan semakin berat, terutama berkaitan dengan pertambahan penduduk kita yang masih tinggi dan tingkat pendidikan petani yang masih rendah serta kondisi sumber daya alam kita yang semakin memprihatinkan. Jika kita tidak mampu bangkit untuk meningkatkan kualiatas, kuantitas dan kontinuitas produksi yang memenuhi syarat – syarat pasar global dalam kaitannya dengan perdagangan bebas dunia maka dapat dipastikan produk – produk kita akan semakin terpuruk.
Pekerjaan rumah yang sangat berat tersebut harus dapat segera diselesaikan secara komprehensip dan sistematis dengan mengikutsertakan seluruh komponen bangsa melalui konsep – konsep pembangunan pertanian yang jelas dan terarah. Satu – satunya jalan untuk mengatasi masalah tersebut adalah menjadikan pertanian sebagai platform pembangunan nasional. Indonesia adalah negara tropis yang kaya akan sumber daya alam. Tanah yang subur dan laut yang luas adalah sumber daya hayati yang tidak ternilai harganya. Sumber daya tersebut sampai saat ini masih belum dimanfaatkan secara optimal. Bahkan, dalam beberapa hal telah dieksploitasi secara berlebihan tanpa mengindahkan kelestarian alam.
Saya yakin pembangunan berbasis sumber daya akan dapat mengatasi berbagai permasalahan yang kita hadapi saat ini. Dengan konsep dan manajemen yang baik serta komitmen yang tinggi dari pemerintah, pembangunan berbasis pertanian tidak saja akan mengatasi ketersediaan pangan dalam negeri dan mengurangi impor, tetapi juga dapat menghasilkan komoditas ekspor sehingga akan mendatangkan devisa bagi negara, mengatasi kemiskinan dan pengangguran serta mempertahankan stabilitas ekonomi Indonesia secara berkelanjutan.



Daftar Pustaka
Husodo, S. T, dkk. 2004. Pertanian Mandiri : Pandangan Strategis Para Pakar Untuk Kemajuan Pertanian Indonesia, Penerbit Penebar Swadaya, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar